KONSELING REHABILITASI:
Studi
terhadap Proses Penyembuhan Pasien Gangguan
Jiwa di Panti Rehabilitasi Loro Jiwo “Nurussalam” Ngrepeh
Sayung Demak dan Di Panti Rehabilitasi Mental “An-Nur” Bungkanel Karanganyar Purbalingga
A.
Latar Belakang Masalah
Data dari harian
Kompas 23 Septermber 2009 menyebutkan bahwa kerugian ekonomi akibat penyakit
gangguan jiwa di Indonesia mencapai Rp 32 triliun per tahun. Jumlah penderita
penyakit ini cukup tinggi dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Hasil
studi Bank Dunia tahun 1995 di beberapa negara menunjukkan, 8,1 persen
hari-hari produktif hilang akibat beban penyakit yang disebabkan oleh masalah
kesehatan jiwa. Angka tersebut lebih besar dibandingkan hari-hari produktif
yang hilang akibat penyakit tuberkulosis (7,2 persen), kanker (5,8 persen),
penyakit jantung (4,4 persen), dan malaria (2,6 persen). Menurut hasil
penelitian terbaru di Indonesia, satu hingga tiga orang per mil mengalami
gangguan jiwa berat (psikosis). Sedangkan harian Pikiran Rakyat 20 Juni 2006
menyebutkan bahwa 20-40 orang per mil mengalami gangguan kesehatan jiwa ringan
atau neurosis.
Data survei
lainnya menunjukkan satu dari tiga pengunjung pusat kesehatan masyarakat
(puskesmas) mengeluhkan gangguan mental dan emosional. Studi yang dilakukan di
11 pusat penelitian kesehatan jiwa di Indonesia juga menunjukkan bahwa satu
dari lima orang responden yang diteliti pernah satu kali mengalami gangguan
kesehatan jiwa selama hidup mereka. Fakta ini menunjukkan bahwa kesehatan jiwa
merupakan masalah penting yang harus mendapat perhatian penuh. Namun, sayangnya
perhatian pemerintah terhadap penanganan masalah kesehatan jiwa relatif masih
kurang[2].
dak mudah untuk menangkap gejala yang dinamakan
‘kesulitan/problem psikis’ dalam suatu uraian yang pendek. Istilah yang paling
jelas adalah perkataan tekanan jiwa atau stress[3]. Tekanan itu dipelajari oleh para dokter
maupun psikolog. Dokter mengetahui tekanan jiwa pasiennya untuk memberikan
kepastian penyakit yang dideritanya
sehingga diberikan pengobatan yang tepat kepada pasiennya. Begitu juga
psikolog atau konselor akan memberikan solusi yang tepat dalam membantu
meringankan beban kliennya manakala ia mengetahui tekanan jiwa kliennya. Demikianlah
gambaran manusia dengan tekanan jiwa yang selalu menyertainya dalam meniti
kehidupan dunia ini. Ketidak-mampuan manusia mengatasi kegagalan/tekanan jiwa
itu merupakan salah satu bentuk kelemahan manusia yang tidak mampu meneropong
dirinya sendiri sebagai mahluk berke-Tuhanan. Utsman Najati mengatakan bahwa
pengetahuan manusia tentang dirinya sendiri akan membantunya untuk mampu mengekang
hawa nafsu, dan mampu menjaganya dari kesesatan serta tindak penyimpangan. Juga
mengarahkannya ke jalan iman, amal shaleh, serta prilaku sehat yang akan
memberikan kepada manusia kehidupan yang aman sentosa dan merealisasikan
kebahagiaan dunia dan akhirat baginya.
Persoalannya menurut harian Kompas tanggal 1 Juni
2009 menyebutkan bahwa hanya 3,5 persen penderita gangguan jiwa berat di
Indonesia yang mendapatkan terapi oleh petugas kesehatan[4]. Artinya 96,5 persen di antaranya tidak
mendapatkan pengobatan yang semestinya. Minimnya perhatian dan kepedulian
pemerintah dalam menangani pasien gangguan kejiwaan, membuka kepedulian masyarakat
khususnya dari pesantren untuk lebih berperan aktif dengan metode dan
pendekatan yang khas religius seperti Ruqyah dan yang terpenting tidak
membebankan biaya terapi kepada keluarga pasien. Terapi ruqyah untuk gangguan
jiwa ini telah dipraktekkan di beberapa pesantren di Indonesia. Misalnya di
Pondok Pesantren Suryalaya Tasikmalaya[5], Pondok Pesantren Raudhatul Muttaqien
Yogyakarta, Pondok Pesantren Al Ghafur Situbondo[6], Pondok Pesantren Al Islamy, Kulon Progo,
Yogyakarta[7], dan di beberapa Pondok Pesantren maupun
Yayasan Islam lainnya. Secara medis
metode ruqyah dalam arti membacakan ayat-ayat atau doa-doa yang terdapat di dalam
Al Qur’an maupun As Sunnah, sudah dapat diterima keefektifannya dalam terapi
gangguan jiwa. Beberapa penerapan terapi doa, senada dengan ruqyah (doa dari Al
Qur’an dan As Sunnah) yang dilakukan pada terapi gangguan jiwa di berbagai
tempat telah membantu penyembuhan para penderita gangguan jiwa. Misalnya Dr.
Dossey , dokter lulusan Universitas di Texas,
menjelaskan bahwa hasil
penelitian di Universitas Redland, California menunjukkan bahwa doa mempunyai
pengaruh terhadap penyembuhan gangguan jiwa[8]. Selanjutnya hasil penelitian Snyderman
(1996) menyatakan bahwa terapi medik saja tanpa disertai dengan agama (berdoa
dan berzikir) tidaklah lengkap, sebaliknya terapi agama saja tanpa disertai
dengan terapi medik tidaklah efektif. Suatu organisasi yang bernama Pastoral
and Humanization Service telah memberikan pelayanan kesehatan jiwa agama ke
rumah-rumah sakit dalam bentuk rawatan rohani pada penderita yang selama ini
hanya menerima rawatan medik psikiatrik saja. Ternyata metode integrasi ini
membawa hasil yang lebih baik, yaitu gejala-gejala gangguan jiwa lebih cepat
teratasi dan lamanya perawatan di rumah sakit jiwa (long stay
hospitalization) dapat diperpendek[9].
Dalam kerangka berfikir semacam inilah peneliti
tertarik untuk mengangkat apa yang dilakukan oleh KH. Supono Mustajab dengan Panti
tehabilitasi mental An-Nuur Bungkanil Karangayar Purbalingga dan KH. Nur
Fathoni Zein di Panti Rehabilitasi Loro Jiwo Nurussalam Ngrepeh Sayung Demak
yang secara garis besar mengaplikasikan terapi Islam untuk
memberikan bantuan kepada sesama yang sedang mengalami gangguan kejiwaan.
B.
Pokok Permasalahan
Pokok permasalahan penelitian ini secara garis besar akan
mengungkap secara teoritis bagaimana karakteristik terapi yang dilakukan KH.
Supono Mustajab di Panti Rehabilitasi Mental An-Nuur Karanganyar Purbalingga
dan KH. Nur Fathoni Zein di Panti Rehabilitasi Loro Jiwo Sayung Demak yang
secara garis besar memadukan konsep agama dan medis jika dibandingkan dengan
konsep yang sama di tempat-tempat rehabilitasi lain seperti salah satunya yang
dilakukan oleh Dedi Supriyadi dengan Yayasan At-Taubah yang didirikannya di
Tasikmalaya, yang mengunakan metode Qur’ani sebagai landasan program rehabilitasi jiwa.
Penelitian ini secara
praktis akan mengungkap dan komparasikan bagaimana implementasi konsep terapi Islam secara
aplikatif yang meliputi terapi sholat, dzikir, doa, ritual dan sebagainya dalam
proses penyembuhan pasien gangguan kejiwaan di kedua panti tersebut dan
mengungkap tahapan penyembuhan yang menyangkut aspek spiritual dan medis serta
bagaimana memformulasikan metode terapi yang dipaktekkan di masing-masing panti
yang akhirnya penelitian ini akan menghadapkan kedua konsep ini untuk mencari
persamaan dan perbedaan karakter serta bagaimana perbedaan karakter tersebut
bisa terjadi, adakah deviasi teori terapi yang dimodifikasi dari para guru
kedua pengasuh panti tersebut ataukah karakterisktik itu murni inovasi
individual dan bagaimana proses inovasi tersebut muncul.
C.
Pembatasan
Masalah
Populasi penelitian di masing masing obyek
penelitian sebanyak 300 pasien gangguan jiwa yang terdiri dari rawat inap dan
rawat jalan. Oleh karenanya penelitian ini mengambil sample 10% dari total
populasi dengan mempertimbangkan perbedaan karakteristik pasien dan pross terapinya.
D.
Signifikansi
Penelitian
Penelitian ini diharapkan menjadi bahan informasi bagi
kajian-kajian terapi Islam, khususnya dalam bidang ketenangan jiwa serta
sebagai salah satu sumber yang dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan yang
akan memberikan konstribusi awal terhadap pihak-pihak yang ingin mengkaji
ketenangan jiwa dalam kehidupan manusia.
E.
Kajian Riset
Sebelumnya
Penelitian tentang peran agama dan pesantren dalam
proses penyembuhan pasien gangguan kejiwaan dalam bentuk buku telah banyak
dilakukan dintaranya:
- Bambang dan Deny Riana (ed.). The
True Power of Water Hikmah Air dalam Olah jiwa. Bandung: MQ
Publishing, 2006.
- Hasan
Bisri. 53 Penjelasan Lengkap tentang Ruqyah Terapi Gangguan Sihir dan
Jin Sesuai Syariat Islam. Jakarta: Ghaib Pustaka, 2005.
- Damarhuda
dan Imawan Mashuri. Zikir Penyembuhan ala Ustadz Haryono. Malang:
Pustaka Zikir, 2005.
- Dadang Hawari, Dimensi Religi
dalam Praktek Psikiatri dan Psikologi. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI, 2002.
- Juhaya
S Praja. Model Tasawuf menurut Syari’ah Penerapannya dalam Perawatan
Korban Narkotika dan Berbagai Penyakit Rohani. Tasikmalaya: Penerbit
PT Latifah Press Institut Agama Islam Latifah Mubarakiyah (IAILM) Pondok
Pesantren Suryalaya Tasikmalaya,
1995.
- T. Hemaya (trans.). Kata-kata Yang
Menyembuhkan Kekuatan Doa dan Penyembuhan. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama, 1997.
Secara spesifik-komperhensif kajian implementasi Konseling rehabilitasi perspektip Islam
dalam proses terapi pasien gangguan kejiawaan menurut pengamatan dan
penelusuran penyusun belum pernah dibahas dan ditelaah secara utuh dan
terperinci. Apalagi yang focus pada Panti Rehabilitasi Loro Jiwo Nurussalam
yang berada di Desa Ngepreh, Kecamatan Sayung Kabupaten Demak yang diasuh oleh
KH. Nur Fathani Zein dan Panti Rehabilitasi Mental An-Nuur di desa Bungkanel,
Kecamatan Karanganyar Kabupaten Purbalingga yang diasuh oleh KH. Supono
Mustajab, sebagai obyek penelitian belum pernah disentuh dan dilakukan.
F.
Kerangka
Teoritik
Istilah “konseling rehabilitasi” yang dipergunakan
dalam artikel ini merupakan terjemahan langsung dari “counseling
rehabilitation”. The Commission on Rehabilitation Counselor Certification
(CRCC), Amerika Serikat, sebagaimana dikutip oleh Parker et al. (2004:4)
mendefinisikan counseling rehabilitation sebagai “a systematic process which assists persons with physical, mental,
developmental, cognitive, and emotional disabilities to achieve their personal,
career, and independent living goals in the most integrated setting possible
through the application of the counseling process. The counseling process
involves communication, goal setting, and beneficial growth or change through
self-advocacy, psychological, vocational, social, and behavioral
interventions”.
Sejalan dengan pengertian itu, The international Rehabilitation Counseling Consortium, sebuah kelompok yang beranggotakan beberapa organisasi profesi yang terkait dengan konseling rehabilitasi (Virginia Commonwealth University Department of Rehabilitation Counseling, 2005), mendefinisikan konselor rehabilitasi sebagai berikut: “A rehabilitation counselor is a counselor who possesses the specialized knowledge, skills and attitudes needed to collaborate in a professional relationship with people who have disabilities to achieve their personal, social, psychological and vocational goals. Di samping itu, Szymanski (Parker et al., 2004:4) mendefinisikan rehabilitation counseling sebagai "a profession that assists individuals with disabilities in adapting to the environment, assists environments in accommodating the needs of the individual, and works toward full participation of persons with disabilities in all aspects of society, especially work.".
Sejalan dengan pengertian itu, The international Rehabilitation Counseling Consortium, sebuah kelompok yang beranggotakan beberapa organisasi profesi yang terkait dengan konseling rehabilitasi (Virginia Commonwealth University Department of Rehabilitation Counseling, 2005), mendefinisikan konselor rehabilitasi sebagai berikut: “A rehabilitation counselor is a counselor who possesses the specialized knowledge, skills and attitudes needed to collaborate in a professional relationship with people who have disabilities to achieve their personal, social, psychological and vocational goals. Di samping itu, Szymanski (Parker et al., 2004:4) mendefinisikan rehabilitation counseling sebagai "a profession that assists individuals with disabilities in adapting to the environment, assists environments in accommodating the needs of the individual, and works toward full participation of persons with disabilities in all aspects of society, especially work.".
Definisi-definisi tersebut mencerminkan
perbedaan pendekatan terhadap ketunaan, yaitu pendekatan individual dan
pendekatan lingkungan/sosial. Akan tetapi, kedua pendekatan tersebut ada dalam
praktek profesional konseling rehabilitasi saat ini (Parker et al., 2004). Oleh
karena itu, agar mencakup kedua pendekatan tersebut, penulis menggabungkan
kedua definisi tersebut ke dalam rumusan sebagai berikut: Konseling
rehabilitasi adalah proses konseling untuk membantu individu penyandang
ketunaan dalam beradaptasi dengan lingkungan, dan membantu lingkungan dalam
mengakomodasi kebutuhan individu tersebut agar dapat mencapai tujuan personal,
vokasional, dan kehidupan yang mandiri, dan mampu berpartisipasi penuh dalam
segala aspek kehidupan masyarakat.
Prinsip dasar profesi konseling rehabilitasi adalah
membantu individu penyandang ketunaan fisik, mental, kognitif dan/atau sensori
agar menjadi atau tetap menjadi warga masyarakat yang mandiri dan produktif dalam
lingkungan masyarakat pilihannya sendiri. Konselor membantu penyandang ketunaan
merespon secara konstruktif terhadap berbagai tantangan masyarakat,
merencanakan karir, dan mendapatkan atau mempertahankan pekerjaan yang memberi
kepuasan (The Virginia Commonwealth University Department of Rehabilitation
Counseling, 2005). Pengetahuan khusus tentang ketunaan dan faktor-faktor
lingkungan yang berinteraksi dengan ketunaan, serta berbagai pengetahuan dan
keterampilan lain di samping konseling, membedakan konselor rehabilitasi dari
jenis-jenis konselor lainnya (Parker et al, 2004).
G.
Metodologi Penelitian
1.
Jenis dan Pendekatan Penelitian
Sesuai
rumusan masalah yang terdeskripsikan dengan
berbagai aspek yang melingkupinya dan dengan pertimbangan bahwa dalam
penelitian ini tidak mengejar yang terukur, menggunakan logika matematik dan
membuat generalisasi atas neraca maka
jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif[10]. Adapun pendekatan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan studi kasus[11]. Pendekatan ini secara
tehnis menjelaskan mengenai berbagai aspek yang terkait dengan proses terapi
dari tahap awal sampai akhir dengan berbagai tehnik dan metode yang dipaktekkan
di obyek penelitian.
2.
Subjek Penelitian
Subjek
penelitian merupakan sumber tempat memperoleh keterangan penelitian[12]. Subyek utama dari penelitian ini adalah
seluruh pasien baik yang masih dalam proses terapi maupun yang sudah
dinyatakan sembuh dan penggurus Panti Rehabilitasi Loro Jiwo
Nurussalam yang berada di Desa Ngepreh, Kecamatan Sayung Kabupaten Demak yang
diasuh oleh KH. Nur Fathani Zein dan Panti Rehabilitasi Mental An-Nuur di desa
Bungkanel, Kecamatan Karanganyar Kabupaten Purbalingga yang diasuh oleh KH.
Supono Mustajab
3. Metode Pengumpulan Data
Adapun metode
pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah pertama: “Observasi
Partisipasi” (ngobrol santai), ini digunakan untuk meminimalisir hambatan
emotional. Pola ini dipakai untuk mewawancarai para pasien baik yang masih
dalam proses terapi maupun yang sudah dinyatakan sembuh tentang semua hal yang
terkait dengan diri, masa lalu dan kehidupan mereka. Kedua: “Wawancara
Berstruktur”, berupa pertanyaan-pertanyaan yang berada diluar bidang
emosional, ini dipergunakan untuk berdialog dengan pengurus serta pengasuh
kedua panti rehabilitasi tentang proses, metode terapi serta maksud, oreintasi
dan arah pembinanaan pasien. Ketiga: dokumentasi, metode ini untuk mencari data
mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan tentang pasien, buku doa,
panduan resmi pengobatan dan sebagainya.
4. Metode Analisis Data
Setelah
proses memperoleh data-data dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi,
langkah selanjutnya adalah mengklasifikasi sesuai dengan permasalahan yang diteliti, kemudian
data-data tersebut disusun dan dianalisa dengan
metode analisis data. Metode analisis data adalah jalan yang ditempuh
untuk mendapatkan ilmu pengetahuan ilmiah dengan mengadakan perincian terhadap
obyek yang diteliti atau cara penanganan terhadap suatu objek ilimiah tertentu
dengan jalan memilah-milah antara pengertian yang satu dengan pengertian yang lain, guna sekedar memperoleh
kejelasan mengenai halnya.. Setelah itu, perlu dilakukan telaah lebih lanjut
guna mengakaji secara sistematis dan obyektif. Untuk mendukung hal tersebut,
maka penulis dalam menganalisa secara garis besar menggunakan motode deskriptif
analisis dan content analisis. Metode deskriptif analisis adalah
sebuah metode yang mendeskripsikan dan menafsirkan data yang ada. Setelah data
terdeskripsikan langkah selanjutnya adalah menganalisisnya dengan menggunakan metode content analisis.
Metode ini secara garis besar menganalisis secara detail metode dan cara
pengobatan di kedua panti rehabilitasi tersebut.
Secara
aplikatif dalam menganalisis data, penulis menggunakan metode analitis kritis.
Metode ini merupakan pengembangan dari metode deskriptif[13], jika metode tersebut terakhir hanya
berhenti pada pendeskripsian atau penggambaran gagasan atau konsep tanpa suatu
analisis yang bersifat kritis, maka metode analitis kritis adalah merupakan
deskripsi yang disertai dengan analisis yang bersifat kritis. Ini digunakan
untuk mengetahui historisitas metode pengobatan sebagai sebuah penemuan baru
dari pengasuh panti atau merupakan kombinasi dan akulturasi konsep dari para
guru dan pendahulu mereka.
Selain
analitis kritis, penulis juga menggunakan metode komparasi. Dengan metode ini konsep
pengobatan terhadap pasien gangguan kejiawaan Panti Rehabilitasi Loro Jiwo
Nurussalam yang berada di Desa Ngepreh, Kecamatan Sayung Kabupaten Demak yang
diasuh oleh KH. Nur Fathani Zein dan Panti Rehabilitasi Mental An-Nuur di desa
Bungkanel, Kecamatan Karanganyar Kabupaten Purbalingga yang diasuh oleh KH.
Supono Mustajab, disandingkan untuk melihat persamaan dan perbedaan serta
effectifitas metode tersebut jika diterapkan kepasien dengan mempertimbangkan
psikologis, soial-budaya dan geografis pasien.
[1] Harian Sinar Indonesia
pada 26 Oktober 2009, mennyatakan, jumlah orang gila
di Jakarta semakin banyak banyak. Persoalan ekonomi dan keluarga menjadi
penyebab meningkatnya jumlah orang gila tersebut. Indikasi melonjaknya
penderita gangguan jiwa ini terlihat dari pantauan di empat panti sosial milik
Pemda DKI, serta di RS Jiwa Suharto Herjan, Grogol, Jakarta. Sejak Januari s/d Maret 2008 tercatat 287 penderita
gangguan jiwa digaruk dari jalanan. Sebagai perbandingan, data di Dinas Bintal
dan Kesos pada tahun 2005 dijaring 793 orang, tahun 2006 ada 618 orang dan
tahun 2007 meningkat menjadi 1.233 orang. Hingga kini terdapat 1.700 orang gila
yang ditampung di empat Panti Laras antara lain di Cipayung, Jakarta Timur dan
tiga lainnya di Jakarta Barat. Akibatnya
keempat panti itu kini penuh sesak dan petugas kewalahan menanganinya.
Di RS Suharto Herjan, yang dikenal dengan RSJ Grogol, khusus menangani orang-orang dengan gangguan jiwa (paikotik), juga terjadi lonjakan jumlah pasien. dr Fidiansyah SpKJ, wakil direktur Medik RS Suharto Herjan, mengatakan dalam setahun terakhir ini angka kunjungan ke poliklinik rumah sakit tersebut meningkat 15%. “Dari prosentase tersebut 10% nya membutuhkan perawatan lanjutan,” tutur Fidiansyah.Padahal ruang rawat inap rumah sakit tersebut hanya memiliki kapasitas 300 pasien. Akibatnya banyak pasien yang mestinya mendapatkan perawatan intensif, terpaksa hanya menjalani perawatan jalan.
Di RS Suharto Herjan, yang dikenal dengan RSJ Grogol, khusus menangani orang-orang dengan gangguan jiwa (paikotik), juga terjadi lonjakan jumlah pasien. dr Fidiansyah SpKJ, wakil direktur Medik RS Suharto Herjan, mengatakan dalam setahun terakhir ini angka kunjungan ke poliklinik rumah sakit tersebut meningkat 15%. “Dari prosentase tersebut 10% nya membutuhkan perawatan lanjutan,” tutur Fidiansyah.Padahal ruang rawat inap rumah sakit tersebut hanya memiliki kapasitas 300 pasien. Akibatnya banyak pasien yang mestinya mendapatkan perawatan intensif, terpaksa hanya menjalani perawatan jalan.
[2]Ketidakpedulian ini bisa dilihat dari hasil investigasi Dinas Kesehatan dan Dinas Sosial DKI Jakarta didapat data
jumlah Warga Binaan Sosial (WBS) atau pasien yang meninggal dunia di Panti
Cengkareng sejak 2007-Mei 2009 sebanyak 253 pasien, Panti Cipayung sebanyak 70
orang, Panti Ceger sebanyak 7 orang, Panti Daan Mogot sebanyak 15 orang, dan di
Rumah Sakit Duren Sawit sebanyak 172 pasien. Jadi total WBS atau pasien yang
meninggal di lima tempat tersebut sejak tahun 2007-Mei 2009 sebanyak 517
pasien. Penyebab WBS/pasien tersebut meninggal antara lain karena malnutrisi
(kurang gizi). Anggaran untuk konsumsi hanya Rp 15.000 per orang per hari,
diare, anemia, dan pada waktu masuk panti WBS hasil razia telah menderita
berbagai penyakit fisik (sakit kulit, TBC, anemia, dan lain-lain).
Banyaknya WBS atau pasien di panti-panti tersebut yang meninggal tersebut
menunjukkan tidak adanya perhatian pemerint ah terhadap penderita gangguan
jiwa. Alokasi anggaran hanya 1,5 persen dari keseluruhan anggaran kesehatan di
APBN. Hervita Diatri, psikiater dari Psikiatri Universitas Indonesia yang
bertugas paruh waktu ke panti mengatakan, banyak pasien yang tidak mendapatkan
lanyanan meski sudah banyak mobile
clinic. Kondisi di panti pun memprihatinkan, seperti tidak ada yang
mengawasi WBS makan atau tidak, WBS yang gaduh gelisah dicampur dengan yang
tenang, panti kekurangan tenaga yang mampu menangani WBS, bahkan ada kepala
panti yang merupakan pekerja sosial yang sama sekali tidak tahu soal kesehatan
jiwa, lihat Kompas 1 Juni 2009. Masyarakat yang
mengalami gangguan kesehatan jiwa setelah menjalani pengobatan, umumnya masuk
ke panti rehabilitasi. Panti ini
juga menangani gelandangan yang 'diciduk' Trantib di jalanan. Mereka biasa
disebut warga binaan sosial (WBS). WBS yang masih dalam ruang rehabilitasi,
terlihat berbeda dengan pasien yang dirawat di rumah sakit jiwa. Mereka tidak
sebersih pasien-pasien RSJ. Apalagi kapasitasnya sudah overload.
Sehingga dalam ruangan dengan ukuran 8x11 meter persegi bisa berisi 20 orang.
Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 2, Jl Bina Marga, Cipayung, Jakarta
Timur ini mampu menampung 230 orang. Namun kenyataannya WBS yang ditampung
sudah mencapai 433 orang. "Karena overload, ini menjadi masalah
umum. WBS kebanyakan bukan orang Jakarta. Mereka pendatang yang tidak tahu
harus ke mana, kemudian digaruk Trantib," kata Kepala Panti Nizar Mahfud,
Selasa (2/10/2007). Panti ini, lanjut Nizar, melakukan pembinaan kepada WBS
yang terdeteksi mengalami gangguan jiwa. Setelah dianggap mulai ada perbaikan,
WBS ini dimasukkan ke Panti Harapan Sentosa 3 di Ceger dan bergabung dengan
masyarakat. Pantauan detikcom, WBS yang terlihat ada yang sudah membaik
kondisinya. Bahkan ada yang sudah menjalankan ibadah salat. Mereka tak berbeda
dengan orang normal lainnya. Sedangkan WBS yang baru masuk, masih terlihat
kosong tatapannya. Bahkan mereka ada yang tak mau mengenakan baju. Dana
Menurut Nizar, panti yang dipimpinnya ini hanya mendapat bantuan Rp 2,3 miliar
per tahun dari APBD DKI Jakarta. Padahal dana ideal yang dibutuhkan dua kali
lipatnya, yakni Rp 4,6 miliar. Selain itu
para WBS ini mendapat jatah makan dengan biaya Rp 15 ribu untuk 3 kali makan.
"Dana yang disediakan itu hanya untuk 200 WBS, padahal di sini mencapai
433 orang," ujar dia. Lihat www.detiknews.com
Selasa, 02 Oktober 2007
[3] Untuk mendapat gambaran yang utuh tentang Stres, maka dalam bab ini akan
dikaji hal-hal yang terkait dengan Stres yang terdiri dari definisi stres,
unsur-unsur stres, tahapan stres, korelasi stres dengan tipe-tipe kepribadian
dan yang terakhir tentang cara mengatasi stress. Ginting, EP., Mengantisipasi
Stress dan Penanggulangannya, (Yogyakarta: Yayasan Andi, 1990) lihat pula
Harjana Agus, Stress Tanpa Distress, (Yogyakarta: Kanisius, 1994).
Dadang Hawari, Manajemen Stress, Cemas dan Depresi, (Jakarta: Fakultas
Kedokteran UI, 2001).
[4]Data 3,5% ini tersebar di Rumah Sakit Jiwa yang ditangani oleh pemerintah.
di Jawa Tengah setidaknya ada 8 RSJ yaitu:
Rumah Sakit Jiwa Prof.dr.Soeroyo Magelang, Alamat : Jl. A Yani 169 Magelang
Jawa Tengah
RS Jiwa Budi Asih, Alamat: Jl Urip Sumoharjo 91 Magelang
RS Jiwa Klaten, Alamat : Jl Raya Wedi Klaten
RS Jiwa Surakarta, Alamat : Jebres Surakarta, Kentingan Po Box 187
Surakarta, 57126
RS Jiwa Tathya Puri, Alamat : Jl Monginsidi No.82 Surakarta
RS Jiwa Puri Waluyo, Alamat: Jl Kepatihan Wetan Surakarta
RS Jiwa Semarang, Alamat : Jl Brigjen Sudiarto Semarang
RS Jiwa Puri Asih, Alamat : Jl Sompok No.18 Semarang
[5]Juhaya S. Praja, Model Tasawuf
menurut Syari’ah Penerapannya dalam Perawatan Korban Narkotika dan Berbagai
Penyakit Rohani. Tasikmalaya: Penerbit PT Latifah Press Institut Agama
Islam Latifah Mubarakiyah (IAILM) Pondok Pesantren Suryalaya Tasikmalaya, 1995, hlm. 61-63
[7]Setyanto, Arif Tri. Pengaruh Dzikir terhadap Reaksi Fustrasi pada
Pengguna Napza (Studi Kasus di Pondok Pesantren Al-Islamy, Kulon Progo,
Yogyakarta). Skripsi pada Jurusan Ushuluddin FAI-UMS tidak diterbitkan,
2005, hlm. 55-58
[8]T. Hemaya (trans.). Kata-kata Yang Menyembuhkan Kekuatan Doa dan Penyembuhan.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1997, hlm. 171-172
[9]Dadang Hawari, Dimensi Religi dalam Praktek Psikiatri dan Psikologi.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2002.
[11] Studi kasus adalah uraian dan penjelasan komprehensif mengenai berbagai
aspek secara indifidu maupun kelompok, suatu program atau suatu situasi social,
Dedy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2002), hlm. 201
[13] Gonsuelo Sevilla, Pengantar Metode Penelitian, terj. Alimudin Tuwu, (Jakarta: UI Press, 1993),
p. 7
1 comments
assalamualaikum, boleh tanya-tanya contak personnya pondok sayung, demak mboten?
Post a Comment